Menepis Mitos Kebutaan Menyaksikan Gerhana Matahari
By Admin
JAKARTA
– Peristiwa gerhana matahari total (GMT) 9 Maret 2016 adalah
peristiwa langka yang dinantikan setiap orang khususnya masyarakat Indonesia.
Di tahun 1983, Indonesia juga mengalami fenomena alam yang sangat langka ini
di12 provinsi. Tentunya, tak ada siapapun yang mau melewatkan momen langka yang
belum tentu bisa disaksikan lagi sepanjang usia kita.
Namun, setiap peristiwa ini menjelang, selalu saja beredar banyak kabar yang simpang siur. Ada ketakutan gerhana matahari dapat menyebabkan kerusakan pada mata atau menyebabkan kebutaan jika orang awam tak hati-hati menyaksikannya.
Menurut pengamat Lembaga
Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Roro Priyatikanto, menyaksikan GMT
tidak menyebabkan kebutaan asal dilakukan dengan cara yang benar. Sebab cahaya
matahari saat gerhana terjadi, tidak ada bedanya dengan cahaya matahari di
hari-hari biasa. Intensitas cahaya tetap sama.
"Namun, kalau tidak lihat dengan hati-hati bisa merusakan
mata. Jangan memaksakan diri tanpa proteksi," kata Roro, Minggu (6/3/2016).
Cahaya matahari saat gerhana
seperti halnya cahaya matahari di hari-hari biasa hanya bisa dilihat dengan
alat-alat khusus seperti teropong gerhana atau kacamata matahari. Seperti
dilansir dari situs Wikipedia, melihat secara langsung ke fotosfer matahari
(bagian cincin terang dari Matahari), bahkan hanya dalam beberapa detik, dapat
mengakibatkan kerusakan permanen retina mata karena radiasi tinggi yang tak
terlihat yang dipancarkan dari fotosfer. (mk)